6 Alasan Nama “Gelora Rosada” Harus Ditolak!

Apa jadinya jika nama seorang pejabat publik dijadikan nama sebuah tempat/kawasan/bangunan hanya karena dia dianggap memelopori atau mengusulkan pembangunannya? Jika itu benar-benar terjadi, kemungkinannya adalah: sebuah kota akan seperti tak ubahnya halaman Yellow Pages.

Hanya karena ada pejabat bernama Bapak Koplokensis mengusulkan pembangunan septic-tank komunal di Dago, masak iya septic tank komunal itu mesti dinamai Septic Tank Koplokensis? Hanya karena ada pejabat bernama Bapak Bedegongensis mengusulkan Stadion Olahraga Gaple (SDG), masak iya mesti dinamai SDG Bedegongensis? Hanya karena ada pejabat bernama Bapak Ontohodnensis memelopori pembangunan Saluran Got Terpadu (SGT) di Cijerah, masak iya harus dinamai SGT Ontohodnensi? Hanya karena ada pejabat bernama Bapak Gombrangensis mengusulkan pembangunan Panti Pijat Gratis untuk para kuli se-Bandung Raya, masak iya harus dinamai PP Gombrangensis?

Kalau itu terjadi, kota Bandung akan dipenuhi oleh kalimat: “Aing dek ulin heula ka taman bapak aing!” atau “Aing dek lalajo gaple ka stadion gaple mamang aing!” atau “Aing dek pijet heula ka panti pijet bibi aing!”

Boleh-boleh saja sih Bapak Koplokensis, Bedegongensis, Gombrangensis atau Ontohodnensis ingin agar namanya diabadikan jadi nama suatu gedung, bangunan, atau tempat-tempat publik lainnya jika pembangunannya menggunakan uang dari koceknya sendiri. Selama pembangunannya sepeunuhnya menggunakan dana publik yang berasal dari pajak yang dikeluarkan rakyat, tidak sepatutnya nama gedung, bangunan atau kawasan itu dinamai dengan nama pejabat yang mengusulkan atau memeloporinya.

Pertama, karena sudah menjadi kewajiban pejabat publik untuk memberi fasilitas publik kepada publik yang memilihnya dan yang mengongkosi kepemimpinannya dengan pajak. Logikanya sederhana: tugas pejabat publik untuk menginisiasi, mengusulkan, memelopori, bahkan mengusahakan dengan sekuat tenaga segala hal yang bisa mensejahterakan rakyatnya. Kalau pejabat publik melakukan itu semua, tidak ada yang istimewa, karena itu memang tugasnya.

Malu dong sama Mario Balotelli. Sebangor-bangornya dan segombrang-gombrangnya Balotelli, dia dengan gagah berkata: “Saya tidak perlu membuat selebrasi saat mencetak gol, karena mencetak gol adalah tugas saya!”

Kedua, taruh kata pembangunan Septic Tank Komunal itu memang dibangun atas dorongan intens Kepala Desa Mokondo bernama Bapak Plekukensis dan menggunakan dana milikDesa Mokondo, tetap tidak patut Septic Tank itu dinamai Septic Tank Plekukensis apabila pembangunannya juga melibatkan dana milik Kecamatan Busiyat. Bapak Plekukensis harus tahu diri bahwa pembangunan Septic Tank itu juga pakai dana pajak desa-desa tetangga, bukan hanya Desa Mokondo yang dipimpinnya.

Logika ini berlaku untuk pembangunan Stadion Gede Bage yang sebagiannya menggunakan dana milik Pemprov Jabar. Artinya, bukan hanya pajak warga kota Bandung saja yang dipakai urunan membangun stadion, tapi juga pajak orang Ciamis, Tasikmalaya, Cirebon, Majalengka, Sukabumi, Indramayu, dll.

Ketiga, bagaimana pun megalomaniak-nya seorang Soekarno, tetap saja dia (dan orang-orang di sekitarnya) tidak pernah mengusulkan agar stadion olahraga di Senayan dinamai Istana Olahraga Soekarno. Padahal, Soekarno orang yang paling gigih dan ngotot membangunnya. Tiap sore, jika ada waktu, Soekarno selalu mencuri kesempatan untuk menengok proses pembangunannya, memantau dan mengontrolnya. Stadion utama di Senayan baru dinamai Gelora Bung Karno pada masa kepemimpinan Gus Dur, hampir 30 tahun setelah Soekarno wafat. Pertanyaannya: Saha anjeun dibanding Soekarno?

Keempat, menamai sebuah bangunan publik dengan nama pejabat yang masih hidup selalu beresiko karena riwayat hidup orang yang bersangkutan masih jauh dari selesai. Kita tidak akan pernah tahu bagaimana nasib pejabat tersebut besok, minggu depan, bulan depan atau tahun depan. Apa jadinya jika tempat yang amat sakral bagi para bobotoh itu dinamai dengan nama seorang pejabat yang beberapa waktu kemudian ternyata terlibat suatu skandal, affair, atau bahkan tersangkut masalah korupsi? Malu euy kalau misalnya suatu saat (naudzubillah jangan sampai kejadian) stadion kebanggaan para bobotoh itu oleh para rival nanti dijuluki “Gelora Koruptor”.

Kelima, masih banyak nama pahlawan nasional asal Jawa Barat yang harus disosialisasikan. Ya, Jawa Barat: karena pembangunannya pun pakai dana provinsi dan karena Persib Bandung juga milik Jawa Barat, bukan hanya Bandung, dengan bobotoh yang tersebar dari ujung Merak di Barat sampai ujung Ciamis di selatan. Masih ada nama-nama pahlawan seperti: Ir. H. Djuanda, Iwa Kusuma Sumantri, Zaenal Mustofa, Gatot Mangkoepradja, Maskoen Soemadiredja, RE Martadinata, Mohammad Thoha sampai Ibu Dewi Sartika.

Keenam, sederhana saja poin terakhir ini: Tahu diri dong, Bos!

————————————————————————

* Foto diambil dari capture image yang beredar di twitter kemarin

20 thoughts on “6 Alasan Nama “Gelora Rosada” Harus Ditolak!

  1. Abi satuju pisan luur, upami kekeh hoyong masihan nami na dada rosada sok weh asal sadayana biaya di tanggung nyalira ku pangersa pa dada rosada hee.. hee

  2. setuju !! walikota kok ngurusnya stadion mulu, liat tuh sampah² ud penuhi jalan lagi
    PKL, bus antar kota, angkot ngetem, PKL, ud ga keruan kota ini

  3. Mantaaabsz kang,four thumbs Up laaah…….
    Semoga dibaca oleh ybs atau org2nya yg membaca ada yg berani menyampaikan….

  4. ari kekeuh mah eta mangkeluk hayang k pamor pedah asa aing nu bogana,jieun keun weh ngaranna di tiap tempat runtah…pan sarua aya di stadion…tapi nagaran stadionnamah kumaha nu bogana(rakyat)da manehnamah wakil rakat….kehe siah.

  5. tatai anjingan lamun bnr eta dijadikeun ngaran.
    meunggeus lah ulah sok macem2 make ngaran teu jelas.
    geus puguh loba keneh nama pahlawan anu LEUWIH LAYAK.
    maneh saha ?
    urang ge teu wawuh .. preet anjing ah.

  6. aapa yang di lakukan oleh yang terhormat Saudara Dada Rosada ini menunjukan mental penguasa korup yang telah kehilangan akal sehat di akhir masa kekuasaannya, apa saja akan dia lakukan untuk melanggengkan kekuasaan, pun dengan tindakan konyol mengusulkan namanya sendiri untuk nama sebuah stadion, pun dalam hitungan 1 tahun kedepan, lembaga pemberantasan korupsi siap menyergap dirinya saat power nya meredup seiring dengan kekalahan telaknya nanti di pilgub, percayalah puluhan kasus di kota bandung siap menjeratnya menjadi pesakitan. amin

Leave a Reply to agus budi hermawan Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *