Persib 1-0 Sriwijaya: DM yang Sibuk dan Radovic yang “Hilang”

Dalam preview pertandingan, situs ini menulis prediksi begini: “…aliran bola pertama akan lebih sering berkutat di area DM masing-masing. Baik Persib maupun Sriwijaya, akan mencari celah serangan melalui flank. Di partai ini, partai akan menjadi sedikit membosankan.”

Prediksi itu didasarkan pada kualitas lini tengah kedua tim yang hampir seimbang dan merata. Di posisi full back dan flank, kedua tim diperluat oleh pemain-pemain yang semuanya pernah mengecap pengalaman menjadi pemain timnas. Catatan untuk area central midfield,  materi pemain kedua tim bukan hanya seimbang tapi juga punya tipikal yang cenderung mirip: Hariono dan Jing-Suk yang bertipe fighter, Gaspar-Ponaryo yang merupakan balancer dan Radovic-Firman yang merupakan attacking midfielder bertipe passer.

Lihat gambar di bawah ini untuk memahami formasi pemain kedua tim dan kecenderungan arah gerak masing-masing pemain:

 

Formasi 4-2-3-1 ala Persib berhadapan dengan 4-3-3 Sriwijaya. Grafis ini menunjukkan bagaimana flank kanan Sriwijaya lebih agresif dari flank kiri. Posisi Ridwan lebih ke depan daripada Siswanto, begitu juga posisi Supardi di full back kanan lebih naik daripada Mahyadi. Lini tengah Sriwijaya tidak bermain sejajar, beda dengan Hariono-Gaspar yang cenderung sejajar. Jing-Suk sendirian jauh di bawah menjaga kedalaman.

Dengan kalkulasi itulah terbukti pertarungan berjalan alot. Tidak berarti tidak akan ada yang dominan, melainkan pertarungan akan berjalan dengan tempo yang tidak terlalu tinggi, banyak menunggu satu sama lain, dan akan sarat dengan pertarungan tactical yang menguras emosi.

Babak I

Pada babak I, Sriwijaya langsung mengambil inisiatif serangan. Dan, seperti sudah diprediksi sebelumnya, serangan dibangun melalui sisi flank, terutama melalui flank kanan yang ditempat oleh M. Ridwan. Kombinasi Ridwan di flank kanan dan Supardi di full back kanan berkali-kali berhasil menembus sisi kiri pertahanan yang ditempat Toni Sucipto yang terpaksa turun dengan pelindung kepala usai menerima enam jahitan di kepalanya usai laga melawan Persiram Raja Ampat.

Entah berpengaruh atau tidak, faktanya Toni kesulitan menahan gempuran Ridwan dan Supardi yang dibantu oleh Firman Utina yang kerap bergerak juga ke sisi kanan. Barangkali sadar akan kondisi fisik Toni Sucipto yang jahitan di kepalanya belum kering, Ridwan dan Supardi berkali-kali mengeksploitasi posisi Toni dan bahkan berkali-kali bisa melewati posisi Toni, dalam dua kesempatan bahkan bisa mengirim crossing dari posisi nyaris di garis kotak penalti Persib. Sepanjang babak I, Sriwijaya berhasil memproduksi setidaknya enam kali crossing, empat di antaranya crossing yang success.

Lihat chalkboard di bawah ini:

 

Grafis ini menunjukkan bagaimana aliran bola ke kotak penalti lawan yang dilakukan oleh kedua kesebelasan. Tanda kuning dalam gambar menunjukkan di situlah pemain Sriwijaya melakukan turn-over atau melakukan foul dalam upaya merebut bola dari kaki pemain Persib.

Dari chalkboard di atas, tercatat Sriwijaya berhasil melakukan turn-over (merebut bola) dari kaki pemain Persib  di daerah pertahanan Persib sebanyak lebih dari 10 kali. Ini berarti, area central midfield Persib benar-benar berada dalam tekanan. Dalam satu kesempatan, tiga central midfielder Sriwijaya bahkan bisa sejajar berhadap dengan backline Persib dan meninggalkan tiga central midfielder Persib berada di belakangan mereka.

Dari skema penyerangan yang terus mengeksploitasi sisi kiri pertahanan Persib, Sriwijaya berhasil membuat delapan percobaan mencetak gol, empat di antaranya on target. Salah satu peluang Sriwijaya bahkan masuk ketegori peluang emas karena eksekusi dilakukan di dalam kotak penalti. Jika kita melihat chalkboard di atas, Sriwijaya bahkan bisa melakukan dua kali passing di daerah kotak penalti Persib.

Dengan memperhatikan chalkboard itu pula, kita bisa lihat aliran bola Sriwijaya ke kotak penalti Persib banyak berasal dari area yang sudah berada di sepertiga akhir lapangan, mayoritas bahkan di daerah kedalaman yang sudah melewati garis kotak penalti. Bandingkan dengan aliran bola Persib ke kotak penalti Sriwijaya yang sebagian besar dikirim masih dari area sepertiga kedua lapangan.

Jangan heran jika angka clearance Persib juga relatif tinggi pada babak I yaitu sebanyak 10 kali (bandingan dengan Sriwijaya yang hanya enam kali). Artinya, tiap 4,5 menit, para defender Persib dipaksa untuk membuang bola; statistik yang bisa menjelaskan tekanan yang diberikan Sriwijaya pada pertahanan Persib Bandung.

Atep sendiri terlihat tidak mampu memberikan bantuan yang memadai pada Toni. Sebaliknya, Toni juga kesulitan memberikan bantuan pada Atep. Sebenarnya agresifitas Toni masih terlihat. Beberapa kali, saat Gaspar dan Hariono menguasai bola, Toni sudah berada di pertahanan kiri Sriwijaya. Akan tetapi, rapatnya Ponaryo-Jing Suk menjaga kedalaman lini tengah membuat kreasi Gaspar dan Hariono untuk memancing flank lawan masuk ke dalam menjadi tertahan. Ini bisa terlihat dari hanya satu crossing dari sisi kiri Persib, itu pun crossing yang off target.

Ini memaksa Gaspar atau Hariono berkali-kali terpaksa turun ke sektor kiri pertahanan. Tertahannya Gaspar dan Hariono karena serbuan Sriwijaya dari flank kanan ini membuat para central midfielder Sriwijaya (Ponaryo-Firman) bisa memberikan tekanan bahkan sejak bola masih di daerah pertahanan Persib sendiri.

Situasi ini menyulitkan Gaspar untuk memainkan ritme pertandingan dan menyusun penyerangan. Tertahannya Gaspar dan Hariono di pertahanan sendiri membuat kedigdayaan mereka dalam mengatur tempo pertandingan saat melawan Persiram jadi tidak terlihat. Saat melawan Persiram, para pemain Persib dengan enjoy memainkan bola di daerah sendiri, menunggu kedua flank siap menerima bola, dan kemudian mengirimkannya pada flank yang lantas bergerak membelah pertahanan lawan. Situasi ini sama sekali tidak terlihat saat menghadap Sriwijaya.

Gaspar dan Hariono, dalam beberapa kesempatan, terpaksa saling mengumpan satu sama lain, dan/atau mencoba membawa bola sedikit lebih ke depan menunggu Radovic bergerak dan mencari posisi.

Pressing para pemain SFC sejak area Persib sendiri.

Dalam gambar di atas, Hariono terlihat mencoba naik membawa bola dan berharap Radovic atau Atep atau Ilham bisa melakukan pergerakan yang memungkinkan keduanya menerima bola. Sayangnya, tiga attacking midfielder Persib kalah cepat dari pemain tengah Sriwijaya. Firman Utina langsung mencoba ganggu pergerakan Hariono, sementara Ponaryo dan Jing Suk juga langsung memberikan tekanan serta meninggalkan Radovic-Atep dan Ilham di belakang mereka. Bola kemudian jatuh ke kaki Ponaryo.

Situasi itulah (tekanan dari lini tengah Sriwijaya dan matinya serangan flank) yang membuat angka turn-over yang dilakukan Sriwijaya di daerah pertahanan Persib menjadi tinggi. Situasi ini pula yang membuat semua usaha mengirimkan bola ke striker jadi banyak dilakukan dari lini tengah. Jika kita melihat chalkboard di atas, aliran bola ke kotak penalti Sriwijaya banyak datang dari inside-midfielder, sesuatu yang tak terlihat saat melawan Persiram yang didominasi oleh permainan sayap Persib.

Sebenarnya ada peluang bagi Persib untuk melakukan serangan dari sisi kanan. Sepanjang babak pertama, seperti bisa kita lihat dalam chalkboard, sisi kiri penyerangan Sriwijaya bisa dikatakan lumpuh. Siswanto sama sekali tak bisa melewati Zulkifli Syukur. Sepanjang babak pertama, Siswanto hanya bisa melakukan satu crossing, itu pun off target. Itu pula sebabnya M. Ilham bisa lebih leluasa bergerak. Dari hanya dua crossing yang diproduksi Persib, semuanya dari sisi kanan yang ditempati M. Ilham.

Sampai sejauh itu, Persib memang paling banter melakukan serangan dari sisi kanan, selain serangan dari inside-midfield. Hanya saja, khusus dari serangan inside midfield,  Persib tidak pernah bisa efektif melakukan serangan. Radovic, harus diakui, seringkali terlambat melakukan pergerakan tanpa bola untuk membuka pertahanan saat DM sedang menguasai bola. Lihat gambar di bawah ini:

 

Radovic (dalam lingkaran putih) terkunci tanpa bisa melepaskan diri dari pengawalan Ponaryo, begitu juga Ilham yang terpaku jauh di flank kanan dan Atep juga di-marking ketat oleh Supardi di sisi kiri. Jarak ketiganya dengan Gaspar (yang sedang menguasai bola) dan Hariono amat jauh, nyaris ada jurang 20an meter antara sisi menyerang dan sisi pertahanan Persib. Lihat bagaimana Firman-Jung Sik dibantu Ridwan melakukan pressing sejak bola masih berada di wilayah Persib sendiri..

Situasi ini membuat harapan Persib untuk membuka pertahanan lawan melulu mengandalkan pergerakan dan eksplosifitas Airlangga. Ini jadi amat menyulitkan kinerja dua DM Persib dalam menyiapkan skema penyerangan, terlebih kebugaran Airlangga belum 100 persen usai mendapat cedera ringan saat menghadapi Persiram sebelumnya.

Seperti yang sudah disebutkan dalam beberapa kali twit akun situs ini pasca pertandingan melawan Persiram, Persib terancam deadlock dalam melakukan serangan jika kedua flank-nya tidak berhasil membongkar pertahanan lawan dari permainan sayap.

Apa sebab? Karena opsi menyerang dari inside-midfield tidak ada dalam skema, terlebih jika lawan punya kemampun pressing yang bagus, yang memaksa Radovic sebagai penghubung dari kedalaman ke striker untuk lebih rajin bergerak, turun ke bawah untuk bergerak ke samping. Persoalannya adalah:  Radovic tak punya energi untuk melakukan semua itu. Dia cenderung tak bisa ngapa-ngapain dalam situasi off the ball dengan lawan yang melakukan pressing sejak area Persib sendiri.

Prediksi dan analisa itu, dengan sedih harus diakui, terbukti di pertandingan ini.

Babak II

Menyadari bahwa flank kanan yang ditempati Ridwan sangat efektif sementara flank kiri yang ditempati Siswanto tidak berkutik sama sekali, Kashartadi melakukan perubahan dengan memasukkan Hilton Moreira menggantikan Siswanto. Kashartadi berharap, tekanan dari sisi kanan bisa diimbangi oleh sisi kiri penyerangannya. Terlebih Sriwijaya dalam keadaan tertinggal berkat penalti Miljan Radovic menyusul handsball Firman Utina.

Perubahan ini terlihat di babak kedua. Dominasi serangan Sriwijaya kali ini berpindah dari sisi kiri. Sepanjang babak kedua, Sriwijaya banyak menyerang dari sisi yang ditempati Zulkifli Syukur. Akan tetapi, berbeda dengan serangan dari sisi kanan yang dilakukan Ridwan sepanjang babak I, serangan Sriwijaya sama sekali tidak efektif. Hilton Moreira sama sekali tak sanggup menembus pertahanan sisi kiri Persib yang digalang oleh Zulkifli Syukur.

Simak chalkboard di bawah ini:

Grafis yang menggambarkan aliran bola ke kotak penalti lawan yang dilakukan masing-masing kesebelasan.

Jika kita melihat chalkboard aliran bola ke kotak penalti pada babak kedua, terlihat jelas bagaimana dominasi Sriwijaya. Ini sebanding dengan penguasaan bola Sriwijaya yang pada babak kedua ini mencapai 57%. Bahkan dengan tanpa menghitung aliran bola ke kotak penalti Persib yang datang dari sepak pojok sekali pun, Sriwijaya dua kali lipat lebih banyak dalam mengirim bola ke kotak penalti Persib.

Kita juga bisa melihat Sriwijaya paling banyak melakukannya dari sisi kiri, bukan lagi dari sisi kanan sebagaimana pada babak I. Akan tetapi, crossing atau direct pass itu sering dilakukan dari jarak yang jauh, rata-rata di atas 10 meter, bukan crossing-crossing pendek seperti babak pertama. Tercatat, hanya satu kali Sriwijaya bisa melakukan crossing dari area pertahanan yang ditempati oleh Zulkifli Syukur (itu pun off target). Tidak heran jika crossing atau direct pass itu jauh dari efektif dan dengan mudah diredam oleh barisan pertahanan Persib.

Sementara serbuan dari flank kanan yang ditempati oleh Ridwan justru menurun. Pada babak pertama, crossing dari sisi kanan yang ditempati Ridwan mencapai tujuh kali dengan empat di antaranya on target (57% on target). Di babak kedua, sisi kanan Sriwijaya hanya memproduksi crossing lima kali, dengan jumlah crossing yang on target hanya dua kali (40% on target). Jika kita melihat perbandingan posisi crossing yang dikirim dari flank kanan Sriwijaya (lihat chalkboard babak 1 dan 2), terlihat crossing juga mayoritas dikirim dari area sepertiga kedua lapangan, bukan dari sepertiga akhir lapangan sebagaimana banyak terjadi pada babak I.

Review sisi serangan flank di atas, terlihat bagaimana efektifitas serangan Sriwijaya juga menurun. Kita bisa melihatnya dari statistik percobaan mencetak gol. Pada babak pertama, Sriwijaya mencatatkan empat kali percobaan yang on target, sementara pada babak kedua hanya dua kali yang on target, itu pun satu di antaranya melalui free-kick.  Dominasi penguasaan bola Sriwijaya yang sebenarnya jauh lebih tinggi ketimbang babak pertama gagal dikonversikan menjadi peluang-peluang berbahaya.

Dari sisi ini terlihat bahwa yang lebih efektif melakukan perubahan adalah Persib Bandung. Tidak ada perubahan pemain pada awalnya, hanya saja Drago Mamic terlihat kali ini jauh lebih fokus dalam mengorganisir pertahanan. Yang paling menonjol adalah area edar dua DM (Hariono dan Gaspar) yang difokuskan lebih ke dalam, fokus membentengi backline dan memastikan kedua full back mendapatkan bantuan yang cukup.

Yang paling menonjol dari sisi ini adalah Gaspar.  Dia melupakan perannya sebagai deep-lying playmaker, melainkan benar-benar menjadi DM yang konsisten me-marking lawan (baik Firman Utina dan/atau Ponaryo) maupun melakukan duel-duel perebutan bola. Gaspar tahu kapan saatnya membuntuti Firman dan/atau Ponaryo dan kapan dia bergerak ke samping (terutama ke kiri) membantu Toni Sucipto menghadapi Ridwan. Dalam catatan mengbal, sepanjang babak kedua, Gaspar 2 kali sukses merebut bola di daerah sisi kiri pertahanan.

Hal serupa terjadi pada Hariono. Jika pada babak pertama Hariono cukup sering naik dan sejajar dengan Radovic, kali ini Hariono jauh lebih fokus menjaga kedalaman. Secara bergantian dengan Gaspar, Hariono melakukan marking ketat pada Firman dan Ponaryo dan rutin membantu Zulkifli menghadapi Hilton Moreira. Marking terhadap Firman dan Ponaryo dilakukan oleh Gaspar dan Hariono dengan lebih ketat di babak kedua.

Inilah yang membuat (1) dominasi penguasaan bola Sriwijaya meningkat pada babak kedua (57% dibanding 50% pada babak I) dan sekaligus (2) membuat dominasi penguasaan bola itu tidak menjadi berbahaya seperti babak pertama.

Efek lain dari strategi Mamic untuk menjaga kedalaman pertahanan adalah dominasi penguasaan bola kedua tim yang lebih banyak berlangsung di daerah sendiri. Begitu bola masuk ke sepertiga terakhir lapangan, bola dengan mudahnya direbut. Ini berlangsung baik di sisi lapangan maupun di bagian tengah lapangan.

Lihat chalkboard di bawah ini:

Chalkboard ini menggambarkan area di mana masing-masing tim berhasil merebut bola dari lawannya dan/atau menghentikan serangannya lawannya (termasuk melalui foul). Yang paling menonjol dari chalkboard ini adalah nyaris tidak ada turn over dilakukan di daerah lawan. Mayoritas dilakukan di sepertiga daerah sendiri atau di sepertiga kedua lapangan. Area dalam kotak merah ini secara faktual menjadi area DM kedua tim beroperasi dan melakukan duel-duel memperebutkan bola.

Chalboard di atas dengan gamblang menggambarkan bagaimana dominannya dua DM [area DM di dalam kotak merah]. Kedua tim terlihat kesulitan menembus pertahanan dari wilayah inside-midfield. Lini tengah kedua tim terlihat nyaman menguasai bola di daerah sendiri, tapi kesulitan menembus pertahanan lawan. Kedua tim lebih suka menunggu lawan masuk dan merebut bola di daerah sendiri dan menghidnari opsi menekan sejak dini untk mengurangi resiko diserang lewat serangan balik.

Dari sisi Sriwijaya, terlihat bagaimana angka turn-over mereka di wilayah Persib merosot drastis. Mayoritas mereka melakukannya di daerah sendiri. Hal serupa terjadi di Persib. Jika tidak terjadi di sisi kiri yang dijaga Zul, mayoritas keberhasilan merebut bola terjadi di area DM. Ini membuat aliran bola Sriwijaya ke kotak penalti Persib mayoritas dilakukan dilakukan dengan crossing atau direct-pass jarak jauh yang tentu saja memudahkan Abanda dan Maman dalam mengantisipasinya.

Persoalannya adalah: sisi pertahanan yang aman ini punya konsekuensi pada makin lemahnya aspek penyerangan.

Simak statistik aspek serangan Persib pada babak kedua: sampai menit 65 (20 menit pertama babak kedua), Persib hanya melakukan 1 crossing (itu pun off-target) dan hanya sekali aliran bola Persib bisa sampai ke kotak penalti Sriwijaya.  Angka crossing Persib meningkat saat Nova Harianto dikeluarkan, akan tetapi tak ada satu pun crossing yang on-target (mayoritas crossing dari sisi kiri yang ditempati Atep yaitu sebanyak 5 kali). Sepanjang babak kedua, Persib bahkan tidak melakukan satu pun percobaan mencetak gol. Seperti terlihat dalam chalkboard, aliran bola ke kotak penalti bisa dihitung dengan jari.

Kendati Sriwijaya bermain dengan 10 orang menyusul dikeluarkannya Nova Arianto, dominasi penguasaan bola tetap berada di bawah kendali Sriwijaya. Produksi crossing Persib memang meningkat setelah insiden dikeluarkannya Nova, tapi tidak efektif. Masuknya Aliyuddin dan Budiawan memberikan tambahan tenaga eksplosifitas, akan tetapi hasilnya tetap minim.

Semua disebabkan karena Gaspar dan Hariono (kemudian Hendra Ridwan) tetap ajeg menjaga kedalaman, membentengi backline  dari tekanan Sriwijaya. Atep dan Ilham kemudian mencoba lebih aktif mengganggu pertahanan Sriwijaya dengan bermain lebih ke dalam, akan tetapi situasi tak banyak berubah lagi-lagi karena dukungan dari Gaspar atau Hariono minim sebagai konsekuensi pilihan taktis untuk lebih fokus menjaga kedalaman.

Semestinya faktor Miljan Radovic bisa memberikan efek tertentu dengan melakukan permutasi secara cepat dengan Atep dan Ilham. Persoalannya, permutasi posisi dan pergerakan itu lagi-lagi terhambat pada faktor kebugaran Radovic. Selewat menit 70, Radovic nyaris “hilang”. Ia lebih banyak men-delay permainan bukan dengan cara memegang atau melakukan keeping bola, melainkan dengan “beristirahat” melalui aksi jatuh-jatuhan. Sebuah aksi “mengambil nafas” yang wajar untuk pemain yang dipaksa tetap bermain saat kebugaran dirinya sudah habis dan saat timnnya lebih banyak menunggu di kedalaman.

Secara teori, pada paruh kedua babak kedua, Persib dan Sriwijaya itu pertandingan 11 orang melawan 11 orang. Pada praktiknya di lapangan, laga berlangsung 10 orang berbanding 10 orang. Penonton layak menganggap Radovic “tak ada lagi di lapangan”.

Kesimpulan

Saat Persiram Raja Ampat, Persib sudah mendapatkan gambaran bagaimana bermain dengan kedalaman yang berani memainkan bola untuk kemudian menyerbu dari kedua flank yang dibantu oleh full back. Saat menghadapi Sriwijaya, terutama pada babak kedua, Persib sudah mendapatkan gambaran yang meyakinkan tentang bagaimana caranya bertahan dengan disiplin saat menghadapi lawan yang kuat di flank dan berani melakukan pressing.

Persoalannya terletak pada aspek penyerangan dari inside-midfield. Seperti yang sudah disinggung dalam post-mact analysis laga melawan Persiram, pertanyaannya adalah: saat flank kesulitan menembus pertahanan lawan, bisakah serbuan dilakukan dari tengah? Dari laga melawan Sriwijaya FC kita mendapatkan jawaban: belum!

Sebagian besar bobotoh dan pers mencari kambing hitamnya dari sosok striker di Persib. Isu tentang masuknya striker bernama Moses mengindikasikan itu. Ada juga yang berpendapat bahwa memasang 1 striker adalah bukti bahwa Mamic dari awal memang ingin bertahan.  Menurut tim mengbal, persoalannya tidak terletak situ. Memasang 1 striker tak berarti tim harus bertahan. Kecenderungan tim-tim besar dunia sekarang justru bermain dengan 1 striker. Tim bermain untuk bertahan tidak ditentukan oleh berapa banyak striker yang dipasang. Dalam skema 4-2-3-1, ofensif atau defensif ditentukan oleh pergerakan dan inisiatif central midfield, baik dari DM maupun AM ataupun kombinasi keduanya.

Bisa saja kinerja dan tipikal permainan striker Persib (Airlangga dan Aliyuddin) dianggap tidak cocok untuk menjadi seorang striker tunggal dalam skema 4-2-3-1. Tapi sebelum melangkah pada aspek striker, perlu juga dilihat aspek penghubung dari bawah ke atas, dari DM ke striker, yaitu posisi attacking midfielder yang ditempati oleh Miljan Radovic. Berdasarkan analisa dari pertandingan melawan Sriwijaya dan Persiram, problem Persib justru terletak dari sisi ini.

Radovic tidak mampu menjalankan skema sebagai penghubung dari DM ke striker. Saat lawan Persiram, jumlah passing dari Radovic ke Airlangga hanya dua buah, sementara passing Airlangga ke Radovic malah dua kali lebih banyak. Ini menjadi jawaban kenapa Persib tidak pernah melakukan serbuan satu dua sentuhan dari lini tengah ke kotak penalti Persiram. Dalam laga melawan Persiram, Radovic hanya berhasil menjadi penghubung dari DM kearah flank.

Saat flank kesulitan menembus pertahanan lawan, seperti saat menghadapi Sriwijaya, Radovic mestinya mampu memimpin serangan dari tengah ke kotak penalti lawan. Hanya saja, Radovic juga kesulitan melakukan ini karena pressing ketat lini tengah Sriwijaya tidak diimbangi oleh kemampuan Radovic dalam melakukan pergerakan tanpa bola untuk membuka atau memancing pertahanan Sriwijaya.

Sampai sejauh ini, dalam tiga laga musim ini (melawan Semen Padang, Persiram dan Sriwijaya), Miljan Radovic hanya berfungsi saat memegang bola. Ketika ia tidak sedang melakukan bola, apalagi saat lawan memegang kendali permainan dan melakukan pressing yang tinggi, Miljan nyaris tak banyak memberikan kontribusi. Kebugaran Miljan cukup jelas tak lagi memadai untuk bermain sepanjang 90 menit, apalagi dengan intensitas tekanan dari lawan yang relatif konstan.

Mamic perlu mulai memikirkan strategi alternatif yang memungkinkan Persib bermain “tanpa Radovic”. PR Mamic, seperti ditulis dalam paragraf terakhir artikel post-match analysis Persib vs Persiram, masih relevan untuk diajukan. Dalam artikel tersebut, situs ini menulis: “Apa opsi jika serangan dari sayap menemui jalan buntu?”

Dengan tidak mengurangi rasa hormat pada kontribusi Radovic di musim ini (3 gol dari tendangan penalti, dan 2 key passes), pertanyaan itu masih harus dijawab oleh Mamic.

7 thoughts on “Persib 1-0 Sriwijaya: DM yang Sibuk dan Radovic yang “Hilang”

    1. sepakat sareng mang ayunk. Sedap pisan ieu artikel euy, mugi2 ngke lawan Deltras bisa di perbaiki kakiranganna Persib. Persib Juara! 😀

  1. Preview Yang bagus dan pastinya bermanfaat. Coach Drago Mamic pasti punya solusi yang tepat untuk menambal setiap kekurangan PERSIB. Memang lawan-lawan Persib Relatif konstan dalam menutupi pergerakan Dua Flank dan mempressing ketat Sang AMF Miljan Radovic, Tapi PERSIB Selalu bisa menang, Saya Harap PERSIB bisa lebih baik lagi kedepannya. Dengan begini saya tau apa alsan utama Mamic Ingin mendatangkan 1 Striker murni yang cukupp tinggi tapi harus mempunyai kecepatan. Di Mengbal tercantum 2 Dm Persib Bisa saja berputus asa dan memberikan crossing langsung kedepan, dengan kedatangan 1 striker ini bisa berguna banyak.Intensitas serangan akan bertambah, dan pastinya POst Play bisa dilakukan dengan postur yang mendukung. INTINYA BRAVO PERSIB……….

  2. Alhamdulilah euy terbit oge gening tos d antosan teh ieu match analysisna, saur abdi mah kang cobi unggal saacn jeung saeuungeus pertandingan kang mengbal pasihan artikel ieu ka Drago Mamic, ngawakilan suara bobotoh kitu, sugan we kang mengbal dikontrak ku PT.PBB jadi asisten na kang Mamic. Mantap pisan euy analysisna! di antosan artikelna unggal Persib rek maen jeung saeunggeus Persib maennya! Nuhun pisan kang!

  3. dupi akang teh saha sih?..meuni hebat analisisna..iyeu mah urut pemaen CM nya hehe..tapi edunlah ayeuna jadi refernsi utama saya ketika persib habis bermain..situs persib lainnya lewattt 🙂
    senang sekali ada site seperti ini, tidak terlalu memihak persib,lebih ke sisi teknis..belum ada sebelumnya…
    kritik…lebih cepat lagi ya kan terbitnya..12 jam setelah pertandingan sepertinya cukup fair untuk menerbitkan berita…
    maju terus kang

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *