Mari kita dudukkan perkaranya secara proporsional: Celebes Cup adalah Celebes Cup, (hanya) sebuah turnamen pra-musim. Sebagai turnamen pra-musim, Celebes Cup penting mula-mula bukan trofinya, melainkan apa yang bisa Persib pelajari dari turnamen itu. Eforia sebaiknya segera diakhiri dengan alasan sederhana: kita ingin mendapatkan gajah, bukan seekor ayam.
Berikut beberapa catatan tim editorial Mengbal mengenai performa Persib di Celebes Cup.
1. Formasi 4-2-3-1
Djajang Nurjaman [selanjutnya disebut Djanur] konsisten menggunakan formasi 4-2-3-1 sebagai formasi utama. Ini bukan hal baru bagi Persib karena sudah lebih dulu berkenalan dengan formasi ini di era manajerial Drago Mamic musim lalu. Bedanya: orientasi Mamic mula-mula untuk memperkokoh untuk pertahanan, sementara Djanur orientasinnya memang untuk menyerang.
Pada Mamic, formasi 4-2-3-1 berporoskan double-pivot yang berdiri cenderung sejajar: Hariono dan Toni Sucipto. Karena orientasinya untuk memperkokoh pertahanan, maka double-pivot ini cenderung sama-sama berperan sebagai covering lini pertahanan. Biasanya, Toni dan Hariono berbagi area, kanan dan kiri (seperti pembagian peran Asri Akbar dan Ahmad Sembiring di Persiba Balikpapan musim lalu).
Pada Djanur, formasi 4-2-3-1 tidak mengandalkan double-pivot yang sejajar, tapi diisi oleh gelandang yang berperan secara berbeda: Asri Akbar bertugas meng-cover lini pertahanan dan Mbida-Messi menjadi balancer sekaligus penyambung antara unit bertahan (4 defender + Asri Akbar) dengan unit menyerang (Atep-Ridwan-Firman-Dzumafo). Sebagai ilustrasi, mungkin bisa disimak bagaimana pembagian peran Xabi Alonso dan Mascherano di Liverpool: Xabi menjadi balancer dan penghubung antara unit bertahan dan menyerang, sementara Mascherano bertugas menjadi pelindung lini pertahanan.
Ini menjelaskan perbedaan peran dan fungsi Miljan Radovic musim lalu dan Firman Utina musim ini. Pada Radovic, dia juga dibebankan peran untuk mengatur ritme permainan. Sementara Firman, punya kebebasan untuk lebih aktif masuk ke kotak penalti menopang Dzumafo, karena secara teoritik peran sebagai balancer itu diembankan pada Mbida.
2. Mbida-Messi sebagai Kunci
Dari uraian di atas, terlihat bahwa Mbida sebenarnya menjadi pengampu terpenting keseimbangan permainan Persib. Jika Firman punya kecenderungan untuk bermain speed, Mbida bisa menurunkan temponya. Jika Firman cenderung bermain pass and move dengan satu dua sentuhan, Mbida bisa memperkaya variasi serangan dengan long-range passes. Mbida juga yang mestinya bisa memastikan aliran bola dari belakang ke depan berjalan dengan lancar dan rapi.
Posisi Mbida yang baru ini (dibandingkan laga ujicoba sebelumnya di mana ia berperan sebagai gelandang serang) memang berhasil memberi nafas lebih panjang pada Mbida. Tapi tim bermain bukan untuk Mbida, seharusnya Mbida yang bermain untuk tim sesuai peran dan fungsi yang diembannya. Sayangnya, ini belum terlihat dalam 2 match di Celebes Cup.
Mbida cukup bisa mengatur ritme, kadang mampu menurunkan tempo yang selalu bergerak cepat jika bola berada di kaki Firman. Tapi saat tim sedang harus bermain cepat, Mbida kerap tak mampu mengikutinya. Dia sering terlihat tanggung.
Saat Asri Akbar butuh bantuan untuk melindungi lini pertahanan, Mbida sering keteteran. Ada momen di 10 menit terakhir vs Sriwijaya, saat itu Asri Akbar sudah terlewati, dan pemain SFC bisa dengan mudah langsung berhadapan dengan back-four Persib. Sedangkan saat Firman sudah sangat dekat dengan Dzumafo, Mbida sering terlambat memberi respons dan bantuan. Ini menyulitkan jika lawan bermain dengan double-pivot yang disiplin sebagaimana diperagakan Ali Khadafi dan Akhmad Jufriyanto dari SFC.
Dan, sepertinya, kita jangan terlalu berharap Mbida bisa memperkaya variasi serangan Persib lewat umpan-umpan panjang menyilang ala Radovic atau (katakanlah) Egi Melgiansyah.
3. Dominasi “Poros SFC”
Kemarin ada kelakar: jika ditanya apa yang kurang dari Persib, maka jawabannya adalah Persib kurang Ponaryo Astaman, Ellie Aiboy, dan Bambang Pamungkas. Kelakar itu lahir dari (kelewat) dominannya serangan Persib bertumpu pada kombinasi Firman Utina, M. Ridwan dan Supardi.
Dalam dua match terakhir, semua serangan Persib (terutama di babak pertama) nyaris selalu melewati poros Firman-Ridwan-Supardi. Kecenderungan ini sudah terlihat sejak ujicoba melawan UPI pekan lalu. Saat itu, baik Djanur maupun Indra Tohir, kompak bersuara: sisi kanan Persib (poros Supardi-Ridwan) jauh lebih tajam ketimbang sisi kiri (poros Toni-Atep).
Alih-alih menyerang dengan gaya ala Ridwan-Supardi, sisi kiri bisa menyerang dengan gaya berbeda: Atep mesti lebih berani masuk ke dalam, melakukan kombinasi dan permutasi yang cepat dengan Dzumafo. Kebetulan gaya bermain Dzumafo memang banyak melebar ke kiri.
Kombinasi ini terlihat pada gol Ridwan ke gawang Feri Rotinsulu. Menerima bola di sektor kiri, Dzumafo melakukan pergerakan ke kiri dan Atep berinisiatif membawa bola ke tengah. Dari posisi itulah Atep mengirim long-pass ke sisi kanan yang ditempati Ridwan.
3. Faktor Fisik
Ada hal cukup mencolok dari jantung lini tengah Persib: tiga pemain tengah Persib (Firman, Asri Akbar dan Mbida-Messi) daya tahan fisiknya terlihat tidak cukup untuk bermain konstan selama 90 menit. Dalam pengamatan kami, ketiganya hanya bermain maksimal sampai 70 menit.
Ini terlihat saat menghadapi Makasar United yang bermain 10 orang sejak babak pertama dan makin jelas kelihatan saat menghadapi SFC. Terutama saat menghadapi SFC, lini tengah Persib bisa dibilang habis pada 15 menit terakhir. SFC praktis mendominasi permainan pada 15 menit terakhir.
Terlebih, lini tengah Persib hanya memasang Asri Akbar yang punya kemampuan bertahan yang bagus. Firman, Mbida, Atep dan Ridwan tidak terlalu bagus kemampuan bertahannya. Makin berat mengingat Supardi sangat aktif membantu serangan. Sangat sering Asri harus menambal sisi kanan yang ditempati Supardi dan akhirnya meninggalkan lubang tepat di depan back-four.
4. Memaksimalkan Asri Akbar
Asri Akbar ditempatkan sebagai gelandang bertahan yang sepenuhnya total melindungi barisan pertahanan Persib. Dia jarang sekali naik ke depan. Berkali-kali dia harus sendirian mem-filter serangan lawan, termasuk mengisi pos-pos yang ditinggalkan kedua full-back yang naik ke atas, terutama sisi Supardi. Ini yang membuat Asri Akbar “habis” pada 15 menit terakhir.
Menurut kami, potensi Asri Akbar sebenarnya bukan sekadar ball-winner. Dia punya kelebihan pada akselerasi dan kecepatan, juga punya dribling yang cukup bagus. Kelebihan itulah yang musim lalu berhasil dimaksimalkan Peter Buttler yang membuat Persib harus menderita kekalahan 2-3 dari Persiba.
Dua gol di antaranya dicetak oleh Asri, dan gol kemenangan Persiba yang dicetak Asri muncul dari kombinasi akselerasi Asri Akbarmasuk dari lini kedua, dengan dribling yang bagus, dan finishing yang ciamik. Gol Asri Akbar ke gawang PS UNI di ujicoba menunjukkan kelas Asri Akbar: dia masuk dari lini kedua, mengecoh pemain lawan, dan melakukan eksekusi ciamik dengan men-chip bola ke pojok gawang lawan.
Gol-gol di atas lahir saat Asri diberi ruang untuk mengeksplorasi kelebihannya itu dan itu terjadi tidak saat Asri dibiarkan sendirian menjadi gelandang bertahan. Di Persiba, dia ditandemkan dengan Ahmad Sembiring. Di laga-laga ujicoba, dia ditandemkan dengan Hariono. Memasang Asri sendirian di depan back-four bukan hanya membuat Asri cepat “habis”, tapi juga membuat keunggulan Asri justru tak muncul.
Jangan lupa, Persib masih punya Hariono.
5. Kombinasi Maman-Abanda
Musim 2013 yang akan datang akan menjadi musim ketiga duet Maman-Abanda ini. Harusnya, keduanya bisa lebih mengenal satu sama lain dan membuat kekompakan keduanya bisa lebih baik lagi ketimbang sebelumnya. Hanya saja, sepanjang gelaran Celebes Cup, hal itu masih belum muncul.
Keduanya masih terlihat ragu antara bermain lebih ke dalam atau lebih naik ke depan untuk memberi tekanan sejak dini kepada lawan. Kondisi ini ditambah dengan kebiasaan lama yang seperti sudah menjadi akut: terlalu mudah membuang bola sekadar untuk mencari aman. Masih juga belum clear di antara keduanya: siapa yang jadi leader dan siapa yang jadi tukang “jagal”.
Kami berharap, jatah pemain asing Asia terakhir benar-benar untuk menambal stagnasi di jantung pertahanan ini.
6. Memaksimalkan Pergantian Pemain
Dengan status sebagai turnamen pra-musim dan jatah pergantian pemain yang tak dibatasi, agak mengherankan Djanur (bisa dibilang) sama sekali tidak memanfaatkanya. Strategi pergantian pemain yang dilakukan Djanur cenderung konservatif dan imbasnya membuat watak pra-musim dari Celebes Cup ini tak terlihat.
Di laga melawan SFC, Persib baru melakukan pergantian pertama di atas menit 70. Total Persib hanya melakukan 3 pergantian pemain. Sementara Sriwijaya dengan enjoy memaksimalkan aturan pergantian pemain yang tak dibatasi. Hal yang sama juga terjadi saat menghadapi Makasar United. Kendati sudah unggul 2-0 dan lawan hanya bermain 10 orang sejak babak I, Persib juga baru melakukan pergantian pemain di atas menit 60.
Mungkin ini karena “tekanan” untuk menang sehingga Djanur pun tak mau mengambil resiko. Tapi mestinya itu tidak berlaku saat menghadapi Makasar United (MU) yang sejak babak I lawan sudah bermain 10 orang. Sayang sebenarnya, terutama karena hilangnya kesempatan untuk memberi jam terbang pada pemain cadangan dan/atau untuk mencoba formasi dan strategi yang berbeda.
Semoga ini bukan isyarat “takluknya” Djanur pada tekanan “harus juara” yang membuatnya terpaksa berhati-hati melakukan pergantian, bahkan kendati itu hanya di turnamen pra-musim.
Kesimpulan
Apa pun, kemenangan di Celebes Cup patut untuk dirayatakan. Kendati kita semua tahu, bukan gelar ini yang ditunggu-tunggu Persib. Jika pun harus ber-eforia, biarlah bobotoh saja yang bereforia dan itu pun sebaiknya tak terlalu lama. Bagaimana dengan tim? Tak ada waktu untuk mabuk kemenangan. Masih banyak yang harus dibenahi.
Brilian bung…lamun hariono n kenji udh fit terus saha nu harus kegeser ti starting line?
mbida keteteran, memang bener kata mamang gombrang, mudah-mudahan quota pemain asing asia bisa menutup celah yang ada sekarang ini
pemain muda patut dimainkan utk menambah pengalaman mereka, yah sebagai rotasi juga 🙂